LEMBAGA ADAT BEROPPA’.
Pada
awalnya saat Tomakaka Ne’ Paewa bersama
kedua adiknya beserta keluarga masing-masing tinggal menetap di Buntu Manyaman
(Beroppa’), maka saat itu secara otomatis terbentuk suatu Lembaga Adat, karena
dari Kanandede masing-masing telah dikukuhkan dalam Jabatan Adat. Dimana Ne’
Paewa sebagai Tomakaka, Ne’ Karoro’ sebagai Matua Tondok, dan Ne’ Kujan sebagai
Pongngarong.
Setelah Tomakaka Ne’ Paewa, Matua
Karoro’ dan Pongngarong Kujan masing-masing memiliki
keturunan (beranak-cucu), maka jabatan Tomakaka,
Matua Tondok dan Pongngarong dilimpahkan kepada cucu masing-masing, dan
dilengkapi dengan jabatan adat lainnya, yaitu : To Siaja’, Sando Ulu, Sando Tangnga, Sando Lolok dan Tobarani (Panglima
Perang).
Dalam
Masyarakat Adat Beroppa, perangkat-perangkat adat yang terdiri dari Matua
Tondok, Pongngarong, Tosiaja’, Sando Ulu, Sando Tangnga, Sando Lolok, dan
Tobarani disebut Adat Pitu (Adat Tujuh).
Kemudian ditambah dengan Pa’riva
Sangka, Palasa Longkon dan Pelepong Kambuno, yang disebut Adat Tallu (Adat Tiga).
Dalam
Lembaga Adat Beroppa’, jabatan-jabatan adat memiliki tugas dan kewajiban
masing-masing, dimana Tomakaka merupakan pimpinan tertinggi dan pengambil
keputusan tertinggi dalam masyarakat adat Beroppa’, sedangkan Matua Tondok,
Pongngarong, Tosiaja, Sando Ulu, Sando Tangnga, Sando Lolok dan Tobarani
merupakan menteri-menteri kelembagaan adat. Adapun tugas dan kewajiban
masing-masing antara lain :
A. Tomakaka
Merupakan pimpinan tertinggi dan atau
pengambil keputusan tertinggi dalam masyarakat dan kelembagaan adat Beroppa’.
Dimana jabatan tomakaka sendiri tidak mempunyai batasan waktu atau masa
jabatan, karena jabatan Tomakaka adalah seumur hidup (Pe bua’ pi unpasira’ki). Sebelum Tomakaka meninggal dunia, jabatan
Tomakaka dilimpahkan kepada anaknya yang dianggap memenuhi kriteria. Jabatan
Tomakaka tidak dipilih oleh masyarakat umum, tetapi dipilih dan ditentukan oleh
rumpun keluarga. Setelah ditetapkan oleh keluarga, kemudian dikukuhkan
(dipatongko) dan kemudian disaksikan oleh masyarakat dalam prosesi pengukuhan.
Hal ini disebabkan karena jabatan Tomakaka adalah warisan dari leluhur Tomakaka
sebelumnya atau pendahulunya secara turun temurun.
Pengangkatan seorang keturunan Tomakaka untuk
menjadi Tomakaka harus melalui proses sebagai berikut :
1. Rumpun
keluarga yang diwakili oleh Adat Pitu, yakni To Siaja’, Matua, Pongngarong,
Sando Ulu, Sando Tangnga, Sando Lolok dan Tobarani, serta ditambah dengan Adat
Tallu, yakni Pa’riva Sangka, Palasa Longkon dan Pelepong Kambuno, melakukan
musyawarah keluarga untuk memilih dan menetapkan siapa diantara putra-putra
Tomakaka atau putra turunan Tomakaka yang memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai
calon Tomakaka.
2. Setelah
rumpun keluarga menetapkan nama calon Tomakaka, maka To Siaja’ mengumpulkan
semua Perangkat Adat, Tokoh Adat, Tokoh Agama dan Pemerintah setempat untuk
melaksanakan musyawarah adat dan mengumumkan nama calon Tomakaka yang telah
disepakati keluarga. Kemudian ditetapkan selama 2 (dua) tahun untuk melihat
hasil pertanian masyarakat adat (Dipasitanda
Tanah). Jika selama dua tahun panen masyarakat adat bagus, maka To Siaja’
menyusun prosesi pengukuhan (Ma’ Patongko) Tomakaka dengan cara membentuk
Panitia Pengukuhan, menyusun agenda acara pengukuhan, kemudian menetapkan hari
dan tanggal pengukuhan, serta menyampaikan kepada seluruh masyarakat adat agar
hadir dan menyaksikan pengukuhan Tomakaka tersebut.
Adapun kriteria seorang keturunan dapat
diangkat sebagai Tomakaka adalah :
1. Mempunyai
garis keturunan lurus dari Tomakaka sebelumnya dan harus turunan dari laki-laki
2. Seorang
yang tegas, komitmen, mampu bersikap adil, serta mampu menjaga dan melindungi
wilayah adat beserta masyarakatnya.
3. Memiliki
wawasan yang luas menyangkut Adat Istiadat, Lembaga Adat, Hukum Adat dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Memiliki
ekonomi yang cukup
5. Mampu
memecahkan masalah dan mencari solusi
6. Memiliki
perilaku kehidupan yang baik, tidak sombong, tidak egois dan harus
bermasyarakat.
Tugas dan Kewajiban seorang Tomakaka adalah
sebagai berikut :
1. Mengangkat
dan memberhentikan perangkat adat, antara lain : Matua Tondok, To Siaja’,
Pongngarong, Sando Ulu, Sando Tangga, Sando Lolok dan Tobarani.
2. Mengarahkan,
membina, mengawasi, dan memonitor pelaksanaan tugas masing-masing perangkat
adat.
3. Melindungi
wilayah adat (Tanah adat) dan masyarakat adat
4. Menyampaikan
dan atau menyalurkan aspirasi masyarakat hukum adatnya kepada pemerintah.
5. Mewakili
masyarakat hukum adatnya dibidang politik, ekonomi, sosial budaya, maupun
dibidang pengembangan dan pelestarian adat istiadat, seni budaya, serta lembaga
adat, baik ditingkat Kabupaten, Propinsi, maupun ditingkat Pusat.
6. Melaksanakan
Musyawarah Adat sesuai kebutuhan
7. Menjatuhkan
sanksi adat melalui sidang adat kepada Perangkat Adat dan Masyarakat Hukum Adat
yang melanggar hukum adat diwilayahnya.
8. Melakukan
pengawasan terhadap pemanfaatan Sumber Daya Alam, antara lain Tanah Adat, Hutan
Adat dan Hutan yang dikeramatkan.
9. Membuat
dan menerapkan aturan adat beserta sanksi-sanksinya, tentang masyarakat adat
yang ingin memasuki hutan adat dan mengambil hasil hutan berupa kayu, rotan,
dan hasil hutan non kayu lainnya, serta aturan-aturan tentang memasuki hutan
yang dikeramatkan.
B. Matua Tondok
Adalah orang yang dituakan didalam kampung,
dan mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Menangani
tentang keteraturan, ketertiban, keamanan dan ketenteraman masyarakat hukum
adat di wilayahnya.
2. Mempersiapkan
dan melaksanakan Sidang Adat.
C. To Siaja’
Adalah penasehat Tomakaka dengan tugas-tugas
sebagai berikut :
1. Mengatur
dan menyusun prosesi pengukuhan Tomakaka
2. Mempersiapkan
dan melaksanakan Sidang Adat
3. Sebagai
perpanjangan tangan Tomakaka dalam menjatuhkan sanksi kepada pelaku yang
melanggar Hukum Adat
D. Pongngarong
Adalah juga sebagai Menteri Pertanian dalam
Kampung, dengan tugas-tugas sebagai berikut :
1. Menangani
seluruh usaha yang menyangkut kebutuhan kehidupan Masyarakat Adat
2. Melaksanakan
Upacara Adat setiap Turun Sawah atau sebelum menghambur beni (Mangambo’), yang
dilaksanakan di rumah kediaman Pongngarong sendiri
3. Melaksanakan
Upacara Adat pada awal musim tanam padi dan pada waktu selesai panen (Syukuran
Panen).
E. Sando
Sando yang terdiri dari Sando Ulu, Sando
Tangga dan Sando Lolok mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Mendinginkan
suasana atau mendinginkan kampung, artinya bahwa didalam kampung tidak boleh
ada pertengkaran dan perpecahan baik didalam rumah tangga maupun masyarakat
adat secara keseluruhan.
2. Melaksanakan
dan memimpin Upacara Adat “Ma’pacakke’ Wanua” (Mendinginkan Rumah), dengan
tujuan agar orang yang tinggal dalam rumah tersebut dapat hidup damai, tenteram
dan bahagia.
3. Melaksanakan
dan memimpin Upacara Adat “Ma’pacakke Uai” (Menyucikan Air), dimana air bagi
masyarakat adat sebagai sumber kehidupan yang perlu dijaga dan dilestarikan.
F. Tobarani
Adalah panglima perang yang bertanggung jawab
dalam :
1. Menjaga
keamanan masyarakat adat
2. Melindungi
masyarakat adat dari gangguan dan atau serangan musuh dari luar.
Adapun
susunan Tomakaka Beroppa sejak awal berdirinya sebagai satu kelompok masyarakat
hukum adat hingga mendapat gelar dan pengakuan sebagai Tanduk Matata’na Seko
dan sebagai Kadatuan Sa lian Buntu sampai sekarang adalah sebagai berikut :
PAEWA PATY GANNA TONGE’ LANGI (TOMAKAKA NE PAEVA)
TANDUK MATATA’NA SEKO
|
TOMAKAKA PAO’TONAN (NE’ SIDARA)
|
TOMAKAKA KALOSI PATTY GANNA
|
TOMAKAKA MAMPO (KALAMBO)
|
TOMAKAKA BARNABAS DASO’ TANDI PAEWA
|
Awalnya
Tomakaka Ne’ Paewa yang adalah anak sulung dari Tomakaka Pong Lumombong atau Ne’
Malotong (Tomakaka Kanandede), dikukuhkan menjadi Tomakaka di Kanandede,
kemudian beliau bersama kedua adiknya meninggalkan Kanandede memenuhi amanat
dari Almarhum neneknya (Tomakaka Pontoala) mencari kawasan tempat biji besi
sakti untuk pemukiman. Dan akhirnya menemukan sebuah lokasi yang diberi nama
Buntu Manyaman kemudian berubah nama menjadi Beroppa’. Setelah membeli tanah dari
Tobara Kalaha dan Tobara Kalumpang yang menjadi batas wilayah kekuasaannya
akhirnya mereka hidup berkembang dan beranak cucu dan membentuk komunitas
masyarakat hukum adat sendiri.
Dalam
perjalanannya, terjadi perang dimana orang Kalumpang dan orang Kulawi atau
Kerajaan Kunyi’ datang menyerang dan membumihanguskan perkampungan di Hoyane, Pohoneang, Kalaha sampai ke Amballong.
Sehingga masyarakatnya lari mengungsi dan meminta bantuan ke Tomakaka Ne’ Paewa
di Beroppa’. Akhirnya Tomakaka Ne’ Paewa memimpin peperangan dan berhasil
memenangkannya sehingga lahirlah nama Seko dan Tomakaka Ne’ Paewa yang mewakili
To Beroppa’ (Seko Lemo) mendapat gelar Tanduk Matatana Seko.
Tomakaka
Ne’ Paewa setelah menikah mempunyai dua orang putra, yaitu Ne’ Sissang dan Ne’
Bunga. Kemudian Ne’ Sissang mempunyai putra yang diberi nama Sissang, Paotonan
(Ne’ Sidara), dan Ne’ Lottong.
Paotonan
(Ne’ Sidara) kemudian dikukuhkan menjadi Tomakaka Beroppa’. dan setelah
Tomakaka Paotonan menikah yang pertama dengan perempuan bernama Ma’tan,
memiliki keturunan antara lain : Kalosi Patty Ganna’, Kampusu, Matangke dan
Kadavang.
Kemudian
Tomakaka Paotonan menikah lagi dengan perempuan dari Lemo Tua yang bernama Siru’
atau Indo Lumisu, memiliki keturunan antara lain : Tibian, Mauna’ (Indo
Arrena), Akkena, Menjilak Pasombo dan Paujung.
Akhirnya
Kalosi Patty Ganna’ dikukuhkan menjadi Tomakaka Beroppa’. Setelah menikah
dengan perempuan dari Kalaha (Anak Tobara Makara’) yang bernama Soena, kemudian
mempunyai keturunan antara lain: Tandi Patty Ganna, Balundu’ Patty Ganna,
Samben Patty Ganna, dan perempuan Ka’du’ Patty Ganna. Dari keempat putra-putri
Tomakaka Kalosi Patty Ganna, salah seorang tidak mempunyai keturunan
(Tamanang), yaitu Tandi Patty Ganna.
Kemudian
Balundu Patty Ganna menikah, yang pertama dengan seorang
perempuan yang disapa
Indo’ Se’se, memiliki keturunan antara lain :
Se’se dan Lose.
Se’se dan Lose.
Se’se
kemudian menikah yang pertama dengan seorang perempuan bernama Lu’pik dan
memiliki turunan bernama Indo’ Ampalla’ (Indo Nesi); menikah kedua dengan
seorang perempuan …………, memiliki keturunan bernama Manuvu’ (Ambe’ Sipantun);
menikah ketiga dengan seorang perempuan …………, memiliki keturunan bernama Kura
(Indo’ Marata); menikah keempat dengan seorang perempuan …………, memiliki
keturunan seorang perempuan bernama Sandamaiiri’; dan menikah kelima dengan
seorang perempuan dari Manganan (Pa’riva Sangka) dari Rongkong, memiliki
keturunan bernama Daso’ Patty Ganna. Kemudian Daso Patty Ganna menikah dengan
seorang perempuan, anak dari Pongngarong Arrena, bernama Marya Sune’
Sandamaiiri’, memiliki keturunan antara lain : Made Daso’ Tandi Paewa, Yusuf
Daso’ Tandi Paewa, Mathias Tandi Paewa, Barnabas Daso’ Tandi Paewa, perempuan
Adilfina Daso’ Tandi Paewa, perempuan Ruth Daso’ Tandi Paewa, dan Mathius Daso’
Tandi Paewa.
Lalu
Balundu Patty Ganna menikah lagi dengan seorang perempuan dari Buka, bernama
Bangkara dan memiliki seorang putra bernama Mampo (Kalambo).
Mampo
(Kalambo) kemudian dikukuhkan menjadi Tomakaka Beroppa setelah mendapat
pelimpahan (Dipatilevakki) Katomakaan dari neneknya Tomakaka Kalosi Patty
Ganna.
Setelah
itu selama kurang lebih 100 Tahun lamanya, Masyarakat Adat Seko tidak memiliki
Tomakaka yang disebabkan adanya pemberontakan Gerombolan DI/TII di Seko pada
Tahun 1953, mengakibatkan masyarakat adat Seko harus mengungsi ke daerah
Karataun (Makki) dan Ledo Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju.
Tomakaka
Kalambo meninggal di Salu Alo, Makki pada Tahun 1957. Dan setelah beliau
meninggal, maka atas kesepakatan tokoh-tokoh masyarakat Beroppa’ (Seko Lemo),
mengangkat Ambe’ Bambalu sebagai Matua Tondok.
Atas
perjuangan keras Tokoh-tokoh masyarakat Beroppa’ (Seko Lemo) bersama pemuda dan
OPR, akhirnya orang Seko yang dipengungsian dapat kembali ke Seko yang dimulai
pada tahun 1961, dimana masyarakat Seko yang tadinya tinggal di Masoso, kembali
ke Rantedanga’ dan masyarakat Seko yang lain dipengungsian pun berangsur-angsur
kembali ke Seko dengan membuat syukuran kampung pada tahun 1962 di Rantedanga’.
Hingga pada Tahun 1971 setelah TNI bersama OPR Seko melakukan operasi
pembersihan sampai ke Doe dan tempat-tempat lainnya, dan atas penyerahan diri
beberapa pimpinan Gerombolan di Seko, maka Seko dinyatakan benar-benar sudah
aman.
Pada
tahun 2007, melalui musyawarah dari Tokoh-tokoh masyarakat Adat Seko, dan juga
termasuk beberapa Tokoh Masyarakat dari Rongkong, maka oleh “ To
Siaja’ TIBIAN (LOTONG LILA / GANDANG MANURUN) “ mempersiapkan dan
melaksanakan prosesi pengukuhan (Ma’patongko) Barnabas Daso’ Tandi Paewa
sebagai Tomakaka Beroppa’.
Demikian
tulisan singkat tentang kelembagaan adat Beroppa’ di kecamatan Seko.