Masyarakat
adat Seko adalah bagian dari tatanan kehidupan berbangsa Indonesia yang
mendiami wilayah pegunungan di Kabupaten Luwu Utara Propinsi Sulawesi Selatan.
Wilayah tersebut dinyatakan sebagai wilayah adat oleh masyarakat adat Seko yang
dibagi kedalam 9 (Sembilan) kelembagaan adat. Wilayah tersebut telah lama
didiami oleh Masyarakat Adat Seko dengan melangsungkan sistem atau tatanan
kehidupan sosial, politik dan budaya yang diwariskan kepada generasi berikutnya
secara turun temurun.
Masyarakat Adat Seko memandang
hidupnya sebagai bagian tidak terpisahkan dari keberadaan alam, dimana alam
diyakini sebagai sumber kehidupan, oleh karena itu alam harus dihargai,
dihormati dan dipelihara. Alam tidak boleh dimanfaatkan secara berlebihan dan
melewati batas kemampuan yang bisa mengancam keberlanjutan alam.
Sebagai masyarakat yang berbudaya
dan beradab, dan memiliki wilayah serta tatanan dan sistem kehidupan sosial,
politik dan budaya, Masyarakat Adat Seko bercita-cita melangsungkan kehidupan
yang mampu mewujudkan keadilan sosial serta kelestarian pada alam. Penguasaan
dan pengelolaan terhadap tanah dan sumber daya alam lainnya ditujukan untuk
meningkatkan harkat hidup segenap anggota Masyarakat Adat Seko tanpa adanya
kesenjangan dan ketidak setaraan.
Bahwa Masyarakat Adat Seko terdiri
dari 3 (tiga) wilayah hukum adat, yaitu :
1. Wilayah
Hukum Adat Seko Padang, meliputi Lembaga Adat Singkalong yang dipimpin oleh
seorang “To Key”, Lembaga Adat Hono dipimpin oleh seorang “Tobara”, Lembaga
Adat Turong dipimpin oleh seorag “Tobara”, dan Lembaga Adat Lodang yang
dipimpin oleh seorang “Tobara”.
2. Wilayah
Hukum Adat Seko Tengah, meliputi Lembaga Adat Amballong yang dipimpin oleh
seorang “Tobara”, Lembaga Adat Pohoneang dipimpin oleh seorang “Tobara”,
Lembaga Adat Poak-Poak dipimpin oleh seorang “Tobara”, dan Lembaga Adat Hoyane
yang dipimpin oleh seorang “Tobara”.
3. Wilayah
Hukum Adat Ma’bua Kalebu Seko Lemo, meliputi Lembaga Adat Beroppa dan Lembaga
Adat Kariango
Dari 3 (tiga) wilayah hukum adat
tersebut diikat menjadi satu dalam satu Organisasi Lembaga Adat yang diberi
nama Dewan Adat Seko (DAS), yang dipimpin oleh seorang Ketua Umum, Wakil Ketua,
Sekretaris Umum, dan Bendahara, dibantu oleh Ketua Wilayah Hukum Adat Seko
Padang, Ketua Wilayah Hukum Adat Seko Tengah, Ketua Wilayah Hukum Adat Seko
Lemo, dan Koordinator Seksi-Seksi.
Organisasi
Dewan Adat Seko dibentuk berdasarkan Hasil Musyawarah Dewan Adat Seko pada
tanggal 23 April 2012 di Eno, yang dihadiri kurang lebih 200 (dua ratus) orang
peserta, masing-masing para Pemangku Adat, para Perangkat Adat, Tokoh Adat,
Tokoh Agama, Pemerintah, Tokoh Wanita,
dan Tokoh Pemuda Seko.
Bahwa Masyarakat Adat Seko dalam
melaksanakan penguasaan dan pengelolaan atas sumber daya alamnya, mengacu pada
sejumlah prinsip utama, yakni keadilan sosial, kesetaraan gender, keseimbangan
alam, keterbukaan, serta menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Azasi
Manusia. Terhadap orang yang bukan Masyarakat Adat Seko atau bukan orang Seko,
Masyarakat Adat Seko berusaha untuk berperilaku dan bertindak adil dan tidak
diskriminatif atau tidak membeda-bedakan. Sikap ini sesuai dengan istilah
“Seko” yang berarti “Saudara, kawan atau sahabat, dan atau keluarga serta bersifat
ramah dan terbuka”. Masyarakat Adat Seko juga bersedia bekerja sama dengan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka pengelolaan alam dan sumber
daya alam lainnya yang ada didalam wilayah adat Seko.
Bahwa Masyarakat Adat Seko adalah
Masyarakat Hukum Adat yang telah diakui keberadaannya oleh Pemerintah dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Luwu Utara, berdasarkan
Surat Keputusan Bupati Luwu Utara Nomor : 300 Tahun 2004, Tanggal 23 Desember
2013.
Bahwa Masyarakat Hukum Adat Seko telah
memiliki Payung Hukum tentang Kepemilikan Tanah Adat yang telah diakui oleh
Pemerintah Kabupaten Luwu Utara dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Luwu Utara sebagaimana telah dituangkan dalam satu Peraturan Daerah Luwu
Utara (PERDA), yakni PERDA No. 12 Tahun 2004, Tanggal 23 Desember 2004, bahwa
Wilayah Adat Seko adalah wilayah yang dipagari oleh Pegunungan, Sungai, Lembah
dan Situs-situs budaya, Yaitu :
1. Sebelah
Utara, dengan G. Sokko Uhe, G. Kasinturu, tanah adat Seko berbatasan dengan
tanah adat Kalamanta Sulawesi tengah.
2. Sebelah
Timur, dengan G. Balla Luku, G. Kambuno, tanah adat Seko berbatasan dengan tanah
adat Rampi.
3. Sebelah
Selatan, dengan G. To’Pinjan, G. Tabembeng, Puncak G. Osing, Sungai Osing,
Lembah Sipakaurre Serre’, G. Po’Rumengan, G. Berada’, Buntu Tengge’, G.
Pendarangan, tanah adat Seko berbatasan dengan tanah adat Rongkong.
4. Sebelah
Barat, dengan G. Salole, G. Ba’San, G. Honeang, Tandang Hatu, Muara Uro, Hatu
Silumbang, tanah adat Seko berbatasan dengan tanah adat Kalumpang.
Orang Seko adalah kaum yang memiliki garis keturunan orang Seko, baik yang ada didalam maupun diluar wilayah Adat Seko (dirantau).
Hukum Adat Seko adalah aturan atau
norma yang tidak tertulis yang berlaku dalam setiap wilayah hukum adat di Seko,
yang bersifat mengatur, mengikat, dan dipertahankan serta mempunyai sangsi yang
dihargai dan dihormati oleh semua pihak.
Adat Istiadat, adalah aturan
perilaku yang diakui secara bersama-sama oleh suatu masyarakat yang memiliki
asal-usul yang sama serta mendiami suatu wilayah tertentu dan memiliki adat
istiadat yang sama.
Kelembagaan Adat Seko adalah
struktur kepemimpinan adat dan perangkat-perangkatnya yang dimiliki di
masing-masing wilayah adat Seko.
Hak Masyarakat Adat Seko atas tanah
dan sumber daya alam adalah hak secara turun temurun dalam menguasai dan
mengelola sumber daya alam dalam bentuk komunal dan individu.
Masyarakat Adat Seko adalah
masyarakat yang berdasarkan asal-usul leluhur dan mendiami wilayah adat Seko
serta memiliki tata nilai dan norma-norma adat istiadat, serta lembaga adat
yang diakui bersama secara turun-temurun, dan memiliki kearifan-kearifan lokal.
Bahwa Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib melindungi Masyarakat Adat Seko sebagai Komunitas Masyarakat Adat
yang memiliki Tata Nilai, Sistem Hukum Adat dan Kelembagaan Adat (Pasal 9 SK.
Bupati Luwu Utara No. 300 Tahun 2004).
Perlindungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 SK. Bupati Luwu Utara No. 300 Tahun 2004,
diwujudkan dengan cara :
1. Setiap
pemberian pemanfaatan sumber daya alam di wilayah Masyarakat Adat Seko harus
sepengetahuan dengan Masyarakat Adat Seko.
2. Pemerintah
wajib memberdayakan, melestarikan, melindungi dan menghormati Lembaga Adat Seko
(Pasal 10 SK. Bupati Luwu Utara No. 300 Tahun 2004).
Bahwa Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib melindungi Masyarakat Adat Seko beserta Hak-hak atas sumber daya
alamnya (Pasal 8 PERDA No… Tahun 2004), Tentang pengakuan keberadaan masyarakat
adat seko dan hak-hak sumber daya alamnya (tanah adatnya).
Perlindungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, diwujudkan dengan cara tidak memberikan
izin-izin pemanfaatan sumber daya alam di Wilayah Masyarakat Adat Seko tanpa persetujuan Masyarakat Adat Seko
(Pasal 9).
salam dari rumpun keluarga di kadinginan.
BalasHapus