Selasa, 26 Mei 2015

SEJARAH LAHIRNYA NAMA “SEKO”



SEJARAH LAHIRNYA NAMA “SEKO”



Pada sekitar Tahun 1800 Masehi, perang Kerajaan kembali pecah, dimana Kerajaan Luwu diserang oleh Kerajaan-Kerajaan sekelilingnya. Luwu akhirnya kalah perang dari Kerajaan Kunyi’ Sulawesi Tengah, sehingga Datu Luwu menjual beberapa wilayah kerajaan ke Kerajaan Kunyi’, antara lain : Beroppa, Pewanean, Wono, Rampi dan Mangkutana. Akhirnya setiap tahun wilayah-wilayah tersebut membayar upeti ke Kerajaan Kunyi’.
Orang Beroppa’ (Sekarang Seko Lemo), Pewanean (Sekarang Seko Tengah) dan To Wono (Sekarang Seko Padang), membayar upeti berupa ternak “Kerbau”. Orang Rampi membayar upeti berupa emas. Sedangkan Orang Mangkutana membayar upeti berupa tenaga manusia yang dipekerjakan sebagai buruh tani, berkebun dan bekerja di sawah.
Setelah hal ini berlangsung selama kurang lebih sepuluh tahun, Tomakaka Beroppa’ Ne Paewa merasa resah dan gelisah, dimana masyarakatnya setiap tahun harus membawa sejumlah  Kerbau ke Kerajaan Kunyi’ Sulawesi Tengah. Maka pada waktu itu Tomakaka Ne’ Paewa memutuskan untuk mengangkat perang terhadap Kerajaan Kunyi’.
Dalam peperangan dengan Kerajaan Kunyi’, Tomakaka Ne’ Paewa bersama pasukannya mengalami kesulitan dalam menemukan lokasi kediaman Raja Kunyi’. Hingga suatu ketika tiba-tiba ada bayangan seekor Kerbau Belang (Saleko) melintas didepan Tomakaka Ne’ Paewa menuju suatu Lembah dibawah tiuga sebuah gunung. Maka Tomakaka Ne’ Paewa bersama pasukannya mengikuti bayangan Kerbau tersebut, dan ternyata bayangan itu mengantarkan mereka menemukan lokasi tempat Raja Kunyi’ berada. Sehingga dilakukanlah penyerangan secara besar-besaran dan Raja Kunyi’ pun tidak dapat berbuat apa-apa lagi karena pasukannya habis terbunuh. Melihat situasi seperti itu, Raja Kunyi’ memberikan kode kepada Tomakaka Ne’ Paewa sebagai tanda mengaku kalah. Saat itulah Raja Kunyi’ memohon kepada Tomakaka Ne’ Paewa agar antara mereka dapat saling “Si Seko”, yang artinya “Saling mengikat tali persaudaraan serta akan hidup berdampingan dengan aman, damai dan tenteram. Tawaran Raja Kunyi’ tersebut diterima baik oleh Tomakaka Ne’ Paewa sehingga sejak saat itulah muncul nama “Seko”, artinya : “Bersahabat, bersaudara, dan berkawan. Dan sampai saat ini, nama tersebut tetap digunakan sebagai nama wilayah “Seko (Kecamatan Seko)”.
Sejak dikalahkannya Kerajaan Kunyi’ oleh Tomakaka Ne’ Paewa bersama pasukannya, maka semua wilayah Kerajaan Luwu yang telah dijual kepada Raja Kunyi’, dinyatakan “Merdeka”. Atas kemerdekaan yang diraih tersebut, Maka Seko tidak lagi membayar upeti baik kepada Raja Kunyi’ maupun kepada Datu Luwu. Dan sejak saat itu, Seko disebut sebagai “Kedatuan Sa lian Buntu”, sehingga dalam setiap acara dan proses adat Kedatuan Luwu, Tomakaka Beroppa’ yang juga sebagai Tomakaka Lompo Seko, hadir dalam acara tersebut sebagai Tamu Kehormatan. Sedangkan Rampi dan Mangkutana masih tetap membayar upeti kepada Datu Luwu karena kembali menjadi wilayah kekuasaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar