SEJARAH LAHIRNYA NAMA “SEKO”
Pada
sekitar Tahun 1800 Masehi, perang Kerajaan kembali pecah, dimana Kerajaan Luwu
diserang oleh Kerajaan-Kerajaan sekelilingnya. Luwu akhirnya kalah perang dari
Kerajaan Kunyi’ Sulawesi Tengah, sehingga Datu Luwu menjual beberapa wilayah
kerajaan ke Kerajaan Kunyi’, antara lain : Beroppa, Pewanean, Wono, Rampi dan
Mangkutana. Akhirnya setiap tahun wilayah-wilayah tersebut membayar upeti ke
Kerajaan Kunyi’.
Orang
Beroppa’ (Sekarang Seko Lemo), Pewanean (Sekarang Seko Tengah) dan To Wono
(Sekarang Seko Padang), membayar upeti berupa ternak “Kerbau”. Orang Rampi
membayar upeti berupa emas. Sedangkan Orang Mangkutana membayar upeti berupa
tenaga manusia yang dipekerjakan sebagai buruh tani, berkebun dan bekerja di
sawah.
Setelah
hal ini berlangsung selama kurang lebih sepuluh tahun, Tomakaka Beroppa’ Ne Paewa merasa resah dan gelisah, dimana
masyarakatnya setiap tahun harus membawa sejumlah Kerbau ke Kerajaan Kunyi’ Sulawesi Tengah.
Maka pada waktu itu Tomakaka Ne’ Paewa memutuskan
untuk mengangkat perang terhadap Kerajaan Kunyi’.
Dalam
peperangan dengan Kerajaan Kunyi’, Tomakaka
Ne’ Paewa bersama pasukannya mengalami kesulitan dalam menemukan lokasi
kediaman Raja Kunyi’. Hingga suatu ketika tiba-tiba ada bayangan seekor Kerbau Belang (Saleko) melintas didepan
Tomakaka Ne’ Paewa menuju suatu
Lembah dibawah tiuga sebuah gunung. Maka Tomakaka
Ne’ Paewa bersama pasukannya mengikuti bayangan Kerbau tersebut, dan
ternyata bayangan itu mengantarkan mereka menemukan lokasi tempat Raja Kunyi’
berada. Sehingga dilakukanlah penyerangan secara besar-besaran dan Raja Kunyi’
pun tidak dapat berbuat apa-apa lagi karena pasukannya habis terbunuh. Melihat
situasi seperti itu, Raja Kunyi’ memberikan kode kepada Tomakaka Ne’ Paewa sebagai tanda mengaku kalah. Saat itulah Raja
Kunyi’ memohon kepada Tomakaka Ne’ Paewa
agar antara mereka dapat saling “Si
Seko”, yang artinya “Saling mengikat tali persaudaraan serta akan hidup
berdampingan dengan aman, damai dan tenteram. Tawaran Raja Kunyi’ tersebut
diterima baik oleh Tomakaka Ne’ Paewa
sehingga sejak saat itulah muncul nama “Seko”,
artinya : “Bersahabat, bersaudara,
dan berkawan. Dan sampai saat ini, nama tersebut tetap digunakan sebagai
nama wilayah “Seko (Kecamatan Seko)”.
Sejak
dikalahkannya Kerajaan Kunyi’ oleh Tomakaka
Ne’ Paewa bersama pasukannya, maka semua wilayah Kerajaan Luwu yang telah
dijual kepada Raja Kunyi’, dinyatakan “Merdeka”. Atas kemerdekaan yang diraih
tersebut, Maka Seko tidak lagi membayar upeti baik kepada Raja Kunyi’ maupun
kepada Datu Luwu. Dan sejak saat itu, Seko
disebut sebagai “Kedatuan Sa lian Buntu”,
sehingga dalam setiap acara dan proses adat Kedatuan Luwu, Tomakaka Beroppa’ yang juga sebagai Tomakaka Lompo Seko, hadir dalam acara
tersebut sebagai Tamu Kehormatan. Sedangkan Rampi dan Mangkutana masih tetap
membayar upeti kepada Datu Luwu karena kembali menjadi wilayah kekuasaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar