Sabtu, 30 Mei 2015

LEMBAGA ADAT BEROPPA' KECAMATAN SEKO



LEMBAGA ADAT BEROPPA’.


Pada awalnya saat Tomakaka Ne’ Paewa bersama kedua adiknya beserta keluarga masing-masing tinggal menetap di Buntu Manyaman (Beroppa’), maka saat itu secara otomatis terbentuk suatu Lembaga Adat, karena dari Kanandede masing-masing telah dikukuhkan dalam Jabatan Adat. Dimana Ne’ Paewa sebagai Tomakaka, Ne’ Karoro’ sebagai Matua Tondok, dan Ne’ Kujan sebagai Pongngarong.
Setelah Tomakaka Ne’ Paewa, Matua Karoro’ dan Pongngarong Kujan masing-masing memiliki keturunan (beranak-cucu), maka jabatan Tomakaka, Matua Tondok dan Pongngarong dilimpahkan kepada cucu masing-masing, dan dilengkapi dengan jabatan adat lainnya, yaitu : To Siaja’, Sando Ulu, Sando Tangnga, Sando Lolok dan Tobarani (Panglima Perang).
Dalam Masyarakat Adat Beroppa, perangkat-perangkat adat yang terdiri dari Matua Tondok, Pongngarong, Tosiaja’, Sando Ulu, Sando Tangnga, Sando Lolok, dan Tobarani disebut Adat Pitu (Adat Tujuh). Kemudian ditambah dengan Pa’riva Sangka, Palasa Longkon dan Pelepong Kambuno, yang disebut Adat Tallu (Adat Tiga).
Dalam Lembaga Adat Beroppa’, jabatan-jabatan adat memiliki tugas dan kewajiban masing-masing, dimana Tomakaka merupakan pimpinan tertinggi dan pengambil keputusan tertinggi dalam masyarakat adat Beroppa’, sedangkan Matua Tondok, Pongngarong, Tosiaja, Sando Ulu, Sando Tangnga, Sando Lolok dan Tobarani merupakan menteri-menteri kelembagaan adat. Adapun tugas dan kewajiban masing-masing antara lain :

A.     Tomakaka
Merupakan pimpinan tertinggi dan atau pengambil keputusan tertinggi dalam masyarakat dan kelembagaan adat Beroppa’. Dimana jabatan tomakaka sendiri tidak mempunyai batasan waktu atau masa jabatan, karena jabatan Tomakaka adalah seumur hidup (Pe bua’ pi unpasira’ki). Sebelum Tomakaka meninggal dunia, jabatan Tomakaka dilimpahkan kepada anaknya yang dianggap memenuhi kriteria. Jabatan Tomakaka tidak dipilih oleh masyarakat umum, tetapi dipilih dan ditentukan oleh rumpun keluarga. Setelah ditetapkan oleh keluarga, kemudian dikukuhkan (dipatongko) dan kemudian disaksikan oleh masyarakat dalam prosesi pengukuhan. Hal ini disebabkan karena jabatan Tomakaka adalah warisan dari leluhur Tomakaka sebelumnya atau pendahulunya secara turun temurun.
Pengangkatan seorang keturunan Tomakaka untuk menjadi Tomakaka harus melalui proses sebagai berikut :
1.    Rumpun keluarga yang diwakili oleh Adat Pitu, yakni To Siaja’, Matua, Pongngarong, Sando Ulu, Sando Tangnga, Sando Lolok dan Tobarani, serta ditambah dengan Adat Tallu, yakni Pa’riva Sangka, Palasa Longkon dan Pelepong Kambuno, melakukan musyawarah keluarga untuk memilih dan menetapkan siapa diantara putra-putra Tomakaka atau putra turunan Tomakaka yang memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai calon Tomakaka.
2.    Setelah rumpun keluarga menetapkan nama calon Tomakaka, maka To Siaja’ mengumpulkan semua Perangkat Adat, Tokoh Adat, Tokoh Agama dan Pemerintah setempat untuk melaksanakan musyawarah adat dan mengumumkan nama calon Tomakaka yang telah disepakati keluarga. Kemudian ditetapkan selama 2 (dua) tahun untuk melihat hasil pertanian masyarakat adat (Dipasitanda Tanah). Jika selama dua tahun panen masyarakat adat bagus, maka To Siaja’ menyusun prosesi pengukuhan (Ma’ Patongko) Tomakaka dengan cara membentuk Panitia Pengukuhan, menyusun agenda acara pengukuhan, kemudian menetapkan hari dan tanggal pengukuhan, serta menyampaikan kepada seluruh masyarakat adat agar hadir dan menyaksikan pengukuhan Tomakaka tersebut.
Adapun kriteria seorang keturunan dapat diangkat sebagai Tomakaka adalah :
1.    Mempunyai garis keturunan lurus dari Tomakaka sebelumnya dan harus turunan dari laki-laki
2.    Seorang yang tegas, komitmen, mampu bersikap adil, serta mampu menjaga dan melindungi wilayah adat beserta masyarakatnya.
3.    Memiliki wawasan yang luas menyangkut Adat Istiadat, Lembaga Adat, Hukum Adat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.    Memiliki ekonomi yang cukup
5.    Mampu memecahkan masalah dan mencari solusi
6.    Memiliki perilaku kehidupan yang baik, tidak sombong, tidak egois dan harus bermasyarakat.
Tugas dan Kewajiban seorang Tomakaka adalah sebagai berikut :
1.    Mengangkat dan memberhentikan perangkat adat, antara lain : Matua Tondok, To Siaja’, Pongngarong, Sando Ulu, Sando Tangga, Sando Lolok dan Tobarani.
2.    Mengarahkan, membina, mengawasi, dan memonitor pelaksanaan tugas masing-masing perangkat adat.
3.    Melindungi wilayah adat (Tanah adat) dan masyarakat adat
4.    Menyampaikan dan atau menyalurkan aspirasi masyarakat hukum adatnya kepada pemerintah.
5.    Mewakili masyarakat hukum adatnya dibidang politik, ekonomi, sosial budaya, maupun dibidang pengembangan dan pelestarian adat istiadat, seni budaya, serta lembaga adat, baik ditingkat Kabupaten, Propinsi, maupun ditingkat Pusat.
6.    Melaksanakan Musyawarah Adat sesuai kebutuhan
7.    Menjatuhkan sanksi adat melalui sidang adat kepada Perangkat Adat dan Masyarakat Hukum Adat yang melanggar hukum adat diwilayahnya.
8.    Melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan Sumber Daya Alam, antara lain Tanah Adat, Hutan Adat dan Hutan yang dikeramatkan.
9.    Membuat dan menerapkan aturan adat beserta sanksi-sanksinya, tentang masyarakat adat yang ingin memasuki hutan adat dan mengambil hasil hutan berupa kayu, rotan, dan hasil hutan non kayu lainnya, serta aturan-aturan tentang memasuki hutan yang dikeramatkan.

B.     Matua Tondok
Adalah orang yang dituakan didalam kampung, dan mempunyai tugas sebagai berikut :
1.    Menangani tentang keteraturan, ketertiban, keamanan dan ketenteraman masyarakat hukum adat di wilayahnya.
2.    Mempersiapkan dan melaksanakan Sidang Adat.

C.     To Siaja’
Adalah penasehat Tomakaka dengan tugas-tugas sebagai berikut :
1.    Mengatur dan menyusun prosesi pengukuhan Tomakaka
2.    Mempersiapkan dan melaksanakan Sidang Adat
3.    Sebagai perpanjangan tangan Tomakaka dalam menjatuhkan sanksi kepada pelaku yang melanggar Hukum Adat

D.    Pongngarong
Adalah juga sebagai Menteri Pertanian dalam Kampung, dengan tugas-tugas sebagai berikut :
1.    Menangani seluruh usaha yang menyangkut kebutuhan kehidupan Masyarakat Adat
2.    Melaksanakan Upacara Adat setiap Turun Sawah atau sebelum menghambur beni (Mangambo’), yang dilaksanakan di rumah kediaman Pongngarong sendiri
3.    Melaksanakan Upacara Adat pada awal musim tanam padi dan pada waktu selesai panen (Syukuran Panen).

E.    Sando
Sando yang terdiri dari Sando Ulu, Sando Tangga dan Sando Lolok mempunyai tugas sebagai berikut :
1.    Mendinginkan suasana atau mendinginkan kampung, artinya bahwa didalam kampung tidak boleh ada pertengkaran dan perpecahan baik didalam rumah tangga maupun masyarakat adat secara keseluruhan.
2.    Melaksanakan dan memimpin Upacara Adat “Ma’pacakke’ Wanua” (Mendinginkan Rumah), dengan tujuan agar orang yang tinggal dalam rumah tersebut dapat hidup damai, tenteram dan bahagia.
3.    Melaksanakan dan memimpin Upacara Adat “Ma’pacakke Uai” (Menyucikan Air), dimana air bagi masyarakat adat sebagai sumber kehidupan yang perlu dijaga dan dilestarikan.

F.    Tobarani
Adalah panglima perang yang bertanggung jawab dalam :
1.    Menjaga keamanan masyarakat adat
2.    Melindungi masyarakat adat dari gangguan dan atau serangan musuh dari luar.

Adapun susunan Tomakaka Beroppa sejak awal berdirinya sebagai satu kelompok masyarakat hukum adat hingga mendapat gelar dan pengakuan sebagai Tanduk Matata’na Seko dan sebagai Kadatuan Sa lian Buntu sampai sekarang adalah sebagai berikut :
 
PAEWA PATY GANNA TONGE’ LANGI (TOMAKAKA NE PAEVA)
 TANDUK MATATA’NA SEKO


TOMAKAKA PAO’TONAN (NE’ SIDARA)


TOMAKAKA KALOSI PATTY GANNA


TOMAKAKA MAMPO (KALAMBO)


TOMAKAKA BARNABAS DASO’ TANDI PAEWA

Keterangan :
Awalnya Tomakaka Ne’ Paewa yang adalah anak sulung dari Tomakaka Pong Lumombong atau Ne’ Malotong (Tomakaka Kanandede), dikukuhkan menjadi Tomakaka di Kanandede, kemudian beliau bersama kedua adiknya meninggalkan Kanandede memenuhi amanat dari Almarhum neneknya (Tomakaka Pontoala) mencari kawasan tempat biji besi sakti untuk pemukiman. Dan akhirnya menemukan sebuah lokasi yang diberi nama Buntu Manyaman kemudian berubah nama menjadi Beroppa’. Setelah membeli tanah dari Tobara Kalaha dan Tobara Kalumpang yang menjadi batas wilayah kekuasaannya akhirnya mereka hidup berkembang dan beranak cucu dan membentuk komunitas masyarakat hukum adat sendiri.
Dalam perjalanannya, terjadi perang dimana orang Kalumpang dan orang Kulawi atau Kerajaan Kunyi’ datang menyerang dan membumihanguskan perkampungan di Hoyane, Pohoneang, Kalaha sampai ke Amballong. Sehingga masyarakatnya lari mengungsi dan meminta bantuan ke Tomakaka Ne’ Paewa di Beroppa’. Akhirnya Tomakaka Ne’ Paewa memimpin peperangan dan berhasil memenangkannya sehingga lahirlah nama Seko dan Tomakaka Ne’ Paewa yang mewakili To Beroppa’ (Seko Lemo) mendapat gelar Tanduk Matatana Seko.
Tomakaka Ne’ Paewa setelah menikah mempunyai dua orang putra, yaitu Ne’ Sissang dan Ne’ Bunga. Kemudian Ne’ Sissang mempunyai putra yang diberi nama Sissang, Paotonan (Ne’ Sidara), dan Ne’ Lottong.
Paotonan (Ne’ Sidara) kemudian dikukuhkan menjadi Tomakaka Beroppa’. dan setelah Tomakaka Paotonan menikah yang pertama dengan perempuan bernama Ma’tan, memiliki keturunan antara lain : Kalosi Patty Ganna’, Kampusu, Matangke dan Kadavang.
Kemudian Tomakaka Paotonan menikah lagi dengan perempuan dari Lemo Tua yang bernama Siru’ atau Indo Lumisu, memiliki keturunan antara lain : Tibian, Mauna’ (Indo Arrena), Akkena, Menjilak Pasombo dan Paujung.
Akhirnya Kalosi Patty Ganna’ dikukuhkan menjadi Tomakaka Beroppa’. Setelah menikah dengan perempuan dari Kalaha (Anak Tobara Makara’) yang bernama Soena, kemudian mempunyai keturunan antara lain: Tandi Patty Ganna, Balundu’ Patty Ganna, Samben Patty Ganna, dan perempuan Ka’du’ Patty Ganna. Dari keempat putra-putri Tomakaka Kalosi Patty Ganna, salah seorang tidak mempunyai keturunan (Tamanang), yaitu Tandi Patty Ganna.
Kemudian Balundu Patty Ganna menikah, yang pertama dengan seorang        
perempuan yang disapa Indo’ Se’se, memiliki keturunan antara lain : 
Se’se   dan Lose. 
Se’se kemudian menikah yang pertama dengan seorang perempuan bernama Lu’pik dan memiliki turunan bernama Indo’ Ampalla’ (Indo Nesi); menikah kedua dengan seorang perempuan …………, memiliki keturunan bernama Manuvu’ (Ambe’ Sipantun); menikah ketiga dengan seorang perempuan …………, memiliki keturunan bernama Kura (Indo’ Marata); menikah keempat dengan seorang perempuan …………, memiliki keturunan seorang perempuan bernama Sandamaiiri’; dan menikah kelima dengan seorang perempuan dari Manganan (Pa’riva Sangka) dari Rongkong, memiliki keturunan bernama Daso’ Patty Ganna. Kemudian Daso Patty Ganna menikah dengan seorang perempuan, anak dari Pongngarong Arrena, bernama Marya Sune’ Sandamaiiri’, memiliki keturunan antara lain : Made Daso’ Tandi Paewa, Yusuf Daso’ Tandi Paewa, Mathias Tandi Paewa, Barnabas Daso’ Tandi Paewa, perempuan Adilfina Daso’ Tandi Paewa, perempuan Ruth Daso’ Tandi Paewa, dan Mathius Daso’ Tandi Paewa.
Lalu Balundu Patty Ganna menikah lagi dengan seorang perempuan dari Buka, bernama Bangkara dan memiliki seorang putra bernama Mampo (Kalambo).
Mampo (Kalambo) kemudian dikukuhkan menjadi Tomakaka Beroppa setelah mendapat pelimpahan (Dipatilevakki) Katomakaan dari neneknya Tomakaka Kalosi Patty Ganna.
Setelah itu selama kurang lebih 100 Tahun lamanya, Masyarakat Adat Seko tidak memiliki Tomakaka yang disebabkan adanya pemberontakan Gerombolan DI/TII di Seko pada Tahun 1953, mengakibatkan masyarakat adat Seko harus mengungsi ke daerah Karataun (Makki) dan Ledo Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju.
Tomakaka Kalambo meninggal di Salu Alo, Makki pada Tahun 1957. Dan setelah beliau meninggal, maka atas kesepakatan tokoh-tokoh masyarakat Beroppa’ (Seko Lemo), mengangkat Ambe’ Bambalu sebagai Matua Tondok.
Atas perjuangan keras Tokoh-tokoh masyarakat Beroppa’ (Seko Lemo) bersama pemuda dan OPR, akhirnya orang Seko yang dipengungsian dapat kembali ke Seko yang dimulai pada tahun 1961, dimana masyarakat Seko yang tadinya tinggal di Masoso, kembali ke Rantedanga’ dan masyarakat Seko yang lain dipengungsian pun berangsur-angsur kembali ke Seko dengan membuat syukuran kampung pada tahun 1962 di Rantedanga’. Hingga pada Tahun 1971 setelah TNI bersama OPR Seko melakukan operasi pembersihan sampai ke Doe dan tempat-tempat lainnya, dan atas penyerahan diri beberapa pimpinan Gerombolan di Seko, maka Seko dinyatakan benar-benar sudah aman.
Pada tahun 2007, melalui musyawarah dari Tokoh-tokoh masyarakat Adat Seko, dan juga termasuk beberapa Tokoh Masyarakat dari Rongkong, maka oleh To Siaja’  TIBIAN (LOTONG LILA / GANDANG MANURUN) mempersiapkan dan melaksanakan prosesi pengukuhan (Ma’patongko) Barnabas Daso’ Tandi Paewa sebagai Tomakaka Beroppa’.
Demikian tulisan singkat tentang kelembagaan adat Beroppa’ di kecamatan Seko.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar