Rabu, 20 Mei 2015

MASYARAKAT ADAT SEKO



Sejarah Singkat Keberadaan Wilayah Adat Seko 
             Masyarakat adat Seko adalah bagian dari tatanan kehidupan berbangsa Indonesia yang mendiami wilayah pegunungan di Kabupaten Luwu Utara Propinsi Sulawesi Selatan. Wilayah tersebut dinyatakan sebagai wilayah adat oleh masyarakat adat Seko yang dibagi kedalam 9 (Sembilan) kelembagaan adat. Wilayah tersebut telah lama didiami oleh Masyarakat Adat Seko dengan melangsungkan sistem atau tatanan kehidupan sosial, politik dan budaya yang diwariskan kepada generasi berikutnya secara turun temurun.
            Masyarakat Adat Seko memandang hidupnya sebagai bagian tidak terpisahkan dari keberadaan alam, dimana alam diyakini sebagai sumber kehidupan, oleh karena itu alam harus dihargai, dihormati dan dipelihara. Alam tidak boleh dimanfaatkan secara berlebihan dan melewati batas kemampuan yang bisa mengancam keberlanjutan alam.
            Sebagai masyarakat yang berbudaya dan beradab, dan memiliki wilayah serta tatanan dan sistem kehidupan sosial, politik dan budaya, Masyarakat Adat Seko bercita-cita melangsungkan kehidupan yang mampu mewujudkan keadilan sosial serta kelestarian pada alam. Penguasaan dan pengelolaan terhadap tanah dan sumber daya alam lainnya ditujukan untuk meningkatkan harkat hidup segenap anggota Masyarakat Adat Seko tanpa adanya kesenjangan dan ketidak setaraan.
            Bahwa Masyarakat Adat Seko terdiri dari 3 (tiga) wilayah hukum adat, yaitu :
1.   Wilayah Hukum Adat Seko Padang, meliputi Lembaga Adat Singkalong yang dipimpin oleh seorang “To Key”, Lembaga Adat Hono dipimpin oleh seorang “Tobara”, Lembaga Adat Turong dipimpin oleh seorag “Tobara”, dan Lembaga Adat Lodang yang dipimpin oleh seorang “Tobara”.
2.   Wilayah Hukum Adat Seko Tengah, meliputi Lembaga Adat Amballong yang dipimpin oleh seorang “Tobara”, Lembaga Adat Pohoneang dipimpin oleh seorang “Tobara”, Lembaga Adat Poak-Poak dipimpin oleh seorang “Tobara”, dan Lembaga Adat Hoyane yang dipimpin oleh seorang “Tobara”.
3.   Wilayah Hukum Adat Ma’bua Kalebu Seko Lemo, meliputi Lembaga Adat Beroppa dan Lembaga Adat Kariango
            Dari 3 (tiga) wilayah hukum adat tersebut diikat menjadi satu dalam satu Organisasi Lembaga Adat yang diberi nama Dewan Adat Seko (DAS), yang dipimpin oleh seorang Ketua Umum, Wakil Ketua, Sekretaris Umum, dan Bendahara, dibantu oleh Ketua Wilayah Hukum Adat Seko Padang, Ketua Wilayah Hukum Adat Seko Tengah, Ketua Wilayah Hukum Adat Seko Lemo, dan Koordinator Seksi-Seksi.
Organisasi Dewan Adat Seko dibentuk berdasarkan Hasil Musyawarah Dewan Adat Seko pada tanggal 23 April 2012 di Eno, yang dihadiri kurang lebih 200 (dua ratus) orang peserta, masing-masing para Pemangku Adat, para Perangkat Adat, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Pemerintah, Tokoh Wanita,  dan Tokoh Pemuda Seko.
            Bahwa Masyarakat Adat Seko dalam melaksanakan penguasaan dan pengelolaan atas sumber daya alamnya, mengacu pada sejumlah prinsip utama, yakni keadilan sosial, kesetaraan gender, keseimbangan alam, keterbukaan, serta menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Azasi Manusia. Terhadap orang yang bukan Masyarakat Adat Seko atau bukan orang Seko, Masyarakat Adat Seko berusaha untuk berperilaku dan bertindak adil dan tidak diskriminatif atau tidak membeda-bedakan. Sikap ini sesuai dengan istilah “Seko” yang berarti “Saudara, kawan atau sahabat, dan atau keluarga serta bersifat ramah dan terbuka”. Masyarakat Adat Seko juga bersedia bekerja sama dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka pengelolaan alam dan sumber daya alam lainnya yang ada didalam wilayah adat Seko.
            Bahwa Masyarakat Adat Seko adalah Masyarakat Hukum Adat yang telah diakui keberadaannya oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Luwu Utara, berdasarkan Surat Keputusan Bupati Luwu Utara Nomor : 300 Tahun 2004, Tanggal 23 Desember 2013.
             Bahwa Masyarakat Hukum Adat Seko telah memiliki Payung Hukum tentang Kepemilikan Tanah Adat yang telah diakui oleh Pemerintah Kabupaten Luwu Utara dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Luwu Utara sebagaimana telah dituangkan dalam satu Peraturan Daerah Luwu Utara (PERDA), yakni PERDA No. 12 Tahun 2004, Tanggal 23 Desember 2004, bahwa Wilayah Adat Seko adalah wilayah yang dipagari oleh Pegunungan, Sungai, Lembah dan Situs-situs budaya, Yaitu :
1.    Sebelah Utara, dengan G. Sokko Uhe, G. Kasinturu, tanah adat Seko berbatasan dengan tanah adat Kalamanta Sulawesi tengah.
2.    Sebelah Timur, dengan G. Balla Luku, G. Kambuno, tanah adat Seko berbatasan dengan tanah adat Rampi.
3.    Sebelah Selatan, dengan G. To’Pinjan, G. Tabembeng, Puncak G. Osing, Sungai Osing, Lembah Sipakaurre Serre’, G. Po’Rumengan, G. Berada’, Buntu Tengge’, G. Pendarangan, tanah adat Seko berbatasan dengan tanah adat Rongkong.
4.    Sebelah Barat, dengan G. Salole, G. Ba’San, G. Honeang, Tandang Hatu, Muara Uro, Hatu Silumbang, tanah adat Seko berbatasan dengan tanah adat Kalumpang.
             
            Orang Seko adalah kaum yang memiliki garis keturunan orang Seko, baik yang ada didalam maupun diluar wilayah Adat Seko (dirantau).
            Hukum Adat Seko adalah aturan atau norma yang tidak tertulis yang berlaku dalam setiap wilayah hukum adat di Seko, yang bersifat mengatur, mengikat, dan dipertahankan serta mempunyai sangsi yang dihargai dan dihormati oleh semua pihak.
            Adat Istiadat, adalah aturan perilaku yang diakui secara bersama-sama oleh suatu masyarakat yang memiliki asal-usul yang sama serta mendiami suatu wilayah tertentu dan memiliki adat istiadat yang sama.
            Kelembagaan Adat Seko adalah struktur kepemimpinan adat dan perangkat-perangkatnya yang dimiliki di masing-masing wilayah adat Seko.
            Hak Masyarakat Adat Seko atas tanah dan sumber daya alam adalah hak secara turun temurun dalam menguasai dan mengelola sumber daya alam dalam bentuk komunal dan individu.
            Masyarakat Adat Seko adalah masyarakat yang berdasarkan asal-usul leluhur dan mendiami wilayah adat Seko serta memiliki tata nilai dan norma-norma adat istiadat, serta lembaga adat yang diakui bersama secara turun-temurun, dan memiliki kearifan-kearifan lokal.
            Bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melindungi Masyarakat Adat Seko sebagai Komunitas Masyarakat Adat yang memiliki Tata Nilai, Sistem Hukum Adat dan Kelembagaan Adat (Pasal 9 SK. Bupati Luwu Utara No. 300 Tahun 2004).
Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 SK. Bupati Luwu Utara No. 300 Tahun 2004, diwujudkan dengan cara :
1.    Setiap pemberian pemanfaatan sumber daya alam di wilayah Masyarakat Adat Seko harus sepengetahuan dengan Masyarakat Adat Seko.
2.    Pemerintah wajib memberdayakan, melestarikan, melindungi dan menghormati Lembaga Adat Seko (Pasal 10 SK. Bupati Luwu Utara No. 300 Tahun 2004).
            Bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melindungi Masyarakat Adat Seko beserta Hak-hak atas sumber daya alamnya (Pasal 8 PERDA No… Tahun 2004), Tentang pengakuan keberadaan masyarakat adat seko dan hak-hak sumber daya alamnya (tanah adatnya).
Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, diwujudkan dengan cara tidak memberikan izin-izin pemanfaatan sumber daya alam di Wilayah Masyarakat Adat  Seko tanpa persetujuan Masyarakat Adat Seko (Pasal 9).

1 komentar: